Minggu, 18 April 2010

Perkawinan

PERKAWINAN YANG BAHAGIA DAN BERTAHAN SELAMANYA

Oleh: Anis Khurnia

 

Perkawinan bukanlah tentang jatuh cinta, tetapi tentang tinggal selamanya dalam cinta

 –Anonim-

 

Akhir-akhir ini sering kita dengar kasus perkawinan yang berakhir tragis seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perceraian dini dalam perkawinan yang seumur jagung, dan perselingkuhan yang menodai akad suci dari perkawinan. Contoh kasus yang sensasional seperti perkawinan Manohara, Cici Paramida, Pasha Ungu yang kasus perkawinannya membikin penulis berpikir bagaimana agar perkawinan bertahan selamanya dan membahagiakan???

Penulis ingat doa Rosulullah Muhammad SAW pada perkawinan putrinya Fatimah Azzahra dengan Ali bin Abi Thalib Semoga Allah menghimpun yang terserak dari keduanya, memberkati mereka berdua dan kiranya Allah meningkatkan kualitas keturunan mereka, menjadikannya pembuka pintu-pintu rakhmat, sumber ilmu dan hikmah serta pemberi rasa aman bagi umat. Pertanyaan penulis adalah apakah ketidakbahagiaan perkawinan karena kurangnya berdoa dan berusaha untuk mempertahankan perkawinan??? Atau kita kurang paham apa itu perkawinan,  tujuannya dan fungsinya???

Pertanyaan fundamental yang harus dipahami adalah Apa itu perkawinan? Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan 1/1974 menyatakan perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jelaslah tujuan dalam perkawinan adalah mendapatkan kebahagiaan, kepuasaan, cinta kasih, dan keturunan.

Keluarga dimulai dari satu perkawinan dan akhirnya tumbuh berkembang seiring dengan perkembangan orang-orang yang menjadi anggota keluarga. Keluarga diharapkan “mendewasa” dengan bertambahnya umur perkawinan yang akhirnya tercapai kebahagiaan dan kematangan dalam perkawinan.

Adapun siklus kehidupan perkawinan adalah: Tahap Pengantin baru, yaitu tahap yang paling kompleks, rumit dan masa adaptasi, tetapi paling menyenangkan karena masih masa romantik dan dipenuhi pandangan positif terhadap pasangannya. Tahap Keluarga dengan anak kecil, yaitu masa kesiapan menjadi orang tua, berapa anak yang diharapkan, pasangan harus sadar menjadi orang tua berarti berubahnya peran dan tingkah laku, ada pembagian tanggung jawab antara suami dan istri dalam mengasuh anak.

Tahap Keluarga dengan anak remaja, yaitu apabila anak tertua berumur 13 tahun, keluarga memberikan tanggung jawab dan kebebasan lebih besar kepada anak remaja, mempersiapkan anak ke fase berikutnya yaitu fase melepaskan anak untuk lebih mengembangkan kemampuan dan kemandirian, komunikasi orang tua dengan remaja ditingkatkan, pemahaman pendidikan seks yang benar dan sesuai nilai agama, dan isu-isu pernikahan mulai dikemukakan pada remaja.

Tahap Melepas anak, yaitu umumnya bila anak pertama meninggalkan rumah untuk meneruskan pendidikan di Perguruan Tinggi, masa ini berakhir dengan “sangkar kosong” (empty ness) karena semua anak sudah meninggalkan rumah untuk kuliah, bekerja dan menikah. Tujuan utama tahap ini adalah reorganisasi keluarga ke arah “satuan yang kontinu”, sambil melepas anak yang mendewasa ke kehidupan yang mandiri.

Tahap Keluarga pada masa usia lanjut, yaitu pasangan suami istri kembali berdua sebagai kakek dan nenek. Keluarga menghadapi tantangan penyesuaian di masa lanjut usia, stress akibat pensiun dan ditinggal anak yang sudah berkeluarga, dan ditinggal pasangan karena meninggal.

Apabila tahap-tahap kehidupan perkawinan bisa dilampaui dengan baik oleh pasangan maka kebahagiaan dan kepuasan dalam perkawinan akan tercapai. Tentunya dibutuhkan usaha keras dari kedua individu sebagai suami istri dengan memahami fungsi-fungsi penting dalam perkawinan yaitu:

a.       Memberikan afeksi dan meneruskan afeksi antara suami istri kepada keturunannya. Cinta dan kasih sayang merupakan produknya.

b.      Menyediakan rasa aman dan rasa diterima agar hidup bermakna dan berharga.

c.       Menunjang pencapaian kebutuhan-kebutuhan untuk seluruh anggota keluarga.

d.      Memberikan kepuasan fisik, seksual, spiritual maupun psikologis.

e.       Memberikan jaminan kontinuitas persahabatan antar anggota keluarga.

f.       Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi.

Apabila fungsi tersebut di atas tidak berjalan lancar atau tidak terpenuhi maka timbullah rasa ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan pasangan dan anggota keluarga. Kondisi inilah yang menjadi embrio KDRT, perselingkuhan akhirnya perceraian. Lalu apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan perkawinan???

Dalam perkawinan suami istri sebagai pasangan harus selalu ingat pada komitmen awal perkawinan bahwa perkawinan adalah hal terpenting dalam hidupnya, perkawinan sebagai prioritas pertama. Perekat untuk membuat perkawinan tetap bertahan adalah perekat yang diciptakan oleh suami istri semenjak mengikrarkan janji suci menjadi pasangan yaitu perekat saling menghormati, memperhatikan, melengkapi, melayani, dan memuaskan. Selain itu juga perekat dari cinta yang matang dan dewasa.

Jika menginginkan perkawinan anda bahagia dan utuh maka harus berani dan jujur tentang kenyataan dalam perkawinan. Masing-masing pihak harus mengambil tanggung jawab pribadi untuk mengatasi tekanan-tekanan dalam perkawinan dengan respon emosional dan perilaku yang aktif untuk memperhatikan pasangan dan melindungi keutuhan hubungan anda.

Kapasitas cinta Anda terhadap pasangan akan teruji setelah Anda mengalami beberapa kekecewaan signifikan dan belajar bagaimana mencintai pasangan Anda dengan ketidaksempurnaannya, dengan penuh kesadaran barulah Anda dianggap mempunyai cinta yang dewasa. Berusaha keras yang terus-menerus untuk secara bijaksana, terbuka, adil, dan mempunyai banyak keahlian untuk mengatasi perbedaan dan ketidakbahagiaan akan membuat perkawinan Anda bahagia dan bertahan sampai maut memisahkan Anda.

Akhirnya ikutilah sunnah Rosulullah untuk menikah dengan penuh cinta kasih dan saling menghormati sehingga terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah dan barokallah… Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar