Jumat, 25 Juni 2010

Hati yang Damai

Oleh : Amin Rosyadi

Edisi 25 juni 2010

Dunia semakin lama semakin tua, mungkin itu ungkapan yang tepat untuk menyebut keadaan dunia yang kita tempati sekarang ini. Orang tua adalah orang yang sudah makan banyak asam garamnya kehidupan, banyak pengalaman dan berbagai peristiwa yang dapat dijadikan guru dalam setiap langkah yang akan dilaluinya. Bumi kita yang terbentuk jutaan tahun yang lalu dan sudah banyak pula orang yang menempatinya, apakah bumi kita merasa bosan? Kehadiran kita di dunia dengan izin Allah serta diciptakanNya bumi untuk tempat tinggal manusia merupakan ketentuan Allah yang sudah disepakati. Perlu kita lihat lagi bahwasanya bumi yang kita tempati kalau dia bisa berbicara tentu dia akan mengeluh dan mengerang kesakitan, terhadap apa yang sudah diperbuat manusia. Banyak hutan digunduli, pertambangan yang tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem, pencemaran lingkungan sampai pertumpahan darah yang sering dilakukan umat manusia. Bumi adalah mahluk Allah yang sangat menuruti ketentuan dan peraturan yang sudah dibuat, bila orang yang awam berkata bahwa bumi adalah mengikuti aturan alam dengan adanya akibat dari rotasi yang berputar pada sumbunya sendiri yang berakibat terjadinya siang dan malam juga adanya revolusi bumi yaitu berputarnya dalam mengelilingi matahari yang mengakibatkan terjadinya pergantian tahun, serta berbagai fenomena alam yang kita alami, tentu kita sebagai seorang muslim tentunya lebih yakin bahwasanya keteraturan bumi tersebut adalah karena perintah dari Allah yang menunjukkan Maha besar dan kuasaNya. Sudah saatnya kita sebagai sesama mahluk Allah yang beda peran untuk saling menyayangi, menghargai dan menjaga keharmonisan diantara kita.

Penggunaan senjata nuklir untuk menghancurkan suatu negara dengan kekerasan adalah suatu bentuk penjajahan secara fisik yang akan merugikan salah satu pihak dan menjadikan pihak yang kuat merasa semakin bangga karena nafsu serakahnya dapat terlampiaskan. Agresi yang dilakukan oleh negara Israel dalam menduduki wilayah Palestina adalah suatu bentuk penjajahan, hal itu diperparah dengan blokade yang dilakukan oleh Israel terhadap wilayah Palestina sehingga rakyat Palestina terisolasi dan sangat kekurangan bahan makanan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Penembakan dan penahanan kapal bantuan yang memuat berbagai jenis bahan pangan dan kebutuhan rakyat Palestina yang dilakukan oleh tentara Israel sudah melukai dan mencoreng nilai-nilai kemanusiaan yang sejatinya hal itu tidak boleh lagi dilakukan pada tahun 2010 ini dimana hal itu sudah diperjuangkan sejak dulu dimana orang-orangnya belum banyak yang berilmu pengetehuan. HAM yang didengang- dengungkan bangsa barat dan diagung-agungkan atas nama demokrasi ternyata tidak ada harganya dihadapan kucing yang kelaparan. Begitu juga dengan berbagai konflik di belahan dunia lain seperti yang terjadi di semenanjung Korea, antara Korea Selatan dan Korea Utara yang saling ancam akan melakukan konfrontasi dengan senjata nuklir. Ketika mediasi di meja perundingan tidak berjalan sesuai yang diharapkan maka riak kecil pun akan sangat mempermudah dalam memancing peperangan. Dunia sekali lagi menjadi tidak tenang, bukan masalah kita masyarakat Indonesia yang notabenya berada jauh dari negara- negara konflik tersebut diatas lantas kita bersikap acuh bahkan seakan tidak mau tahu, tetapi rasa kemanusiaan yang kita miliki serta pengalaman masa lalu sebagai bangsa yang terjajah yang membuat kita tidak boleh merasa acuh bahkan tidak mau tahu.

Bukan hanya atas nama kemanusiaan yang mendorong kita untuk ikut prihatin dan berperan aktif, tetapi dalam ajaran Islam juga ada yang namanya prinsip tauhid. Menurut banyak pakar tauhid (keesaan Allah) merupakan suatu prinsip lengkap yang menembus seluruh dimensi serta mengatur seluruh aktivitas mahluk. Dari tauhid lahir berbagai ajaran kesatuan yang mengitari prinsip tersebut, misalnya kesatuan alam raya, kehidupan, agama, ilmu kebenaran, kepribadian manusia dan masih banyak lainnya. Kemudian dari masing- masing itu lahir pula tuntunan, yang semua beredar pada prinsip tauhid. Perdamaian misalnya adalah salah satu tuntunan agama yang terpenting, lahir antara lain dari pandangan Islam tentang kesatuan alam raya. Sejak dari bagian yang terkecil sampai dengan wujud yang paling agung merupakan suatu kesatuan: benda tak bernyawa, tumbuhan yang layu maupun yang segar, binatang melata, manusia bahkan malaikat-malaikat semuanya dalam kesatuan. Semuanya diatur dan mengarah pada satu tujuan yakni hakikat tauhid. Seperti disebutkan dalam ayat Al- Quran:

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q.S.Al- Anfal: 61)

Perdamaian dunia adalah dambaan semua umat manusia dan perlu dilakukan upaya- upaya untuk mewujudkan hal tersebut dan tidak hanya upaya dan kerja keras yang perlu kita lakukan tetapi dengan bantuan doa dan kepasrahan kita kepada Allah tentu akan sangat membantu kita mewujudkannya. Tetapi sebelum itu perlu juga kita menyemaikan keadaan damai itu dalam hati kita, sebagai seorang muslim yang senantiasa kehidupan kita dipenuhi dengan berbagai ketentuan yang harus dijalankan dan banyak hal yang harus kita jauhi bahkan ditinggalkan tentu akan membentuk kepribadian kita. Damainya hati dari setiap muslim akan membuat hidupnya merasa tenang dan akan ikhlas dalam menghadapi semua kemungkinan cobaan hidup yang pasti akan kita jumpai. Hati yang damai disetiap pemimpin dunia dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan serta penjagaan yang kuat akan membuat setiap pemimpin dunia enggan untuk melakukan peperangan dengan dalih apapun.

Apakah tidak lebih baik jika kita hidup berdampingan? Dengan beraneka ragamnya latar belakang:kelompok, kesenjangan sosial, serta sekat-sekat primordialisme menjadikan kita berpotensi senantiasa bertindak zalim. Beraneka hal perbedaan sejatinya merupakan khasanah dari Allah SWT, untuk menunjukkan betapa Maha Kuasa dan Maha Besarnya DIA menciptakan ini semua. Homo homini lupus, manusia yang satu adalah bagai serigala bagi manusia lainnya. Mungkin ini hanya sebuah gambaran bagaimana kejamnya manusia yang selalu berupaya untuk memupuk kekayaan, menjadikan nafsu serakah sebagai tuannya meski saling bunuh. Setiap individu manusia selalu berkeinginan untuk hidup secara aman dan sejahtera. Namun permasalahan hidup yang semakin kompleks menjadikan manusia terkadang lupa akan aturan-aturan agama yang sudah diajarkan oleh masing- masing Nabinya karena tidak ada satu agama pun yang menganjurkan para pemeluknya untuk melakukan tindak kesewenang-wenangan bagi manusia lainnya, terlebih juga terhadap lingkungan yang senantiasa menjadi obyek paling enak untuk dikebiri. Maksud penulis disini adalah bagaimana kita sebagai seorang muslim terutama, dimana Nabi kita juga mengajarkan untuk senantiasa setiap muslim berbuat baik kepada sesamanya, kepada seluruh umat manusia baik itu berbeda paham, beda agama, karena sejatinya Islam hadir adalah untuk kebaikan seluruh alam, Islam adalah Rokhmatan Lil’alamin. Disinilah kita berupaya untuk meninggalkan sekat-sekat primordialisme, kesenjangan sosial, kesukuan, warna kulit untuk membangun dunia yang tenteram dan aman juga hak setiap manusia untuk hidup secara layak, memiliki sesuatu dan berorganisasi atau berkelompok untuk membangun sebuah masyarakat pembelajar.

Toleransi atau sikap saling menghargai adalah kata kunci yang bisa kita jadikan pegangan untuk membangun sebuah masyarakat dunia yang aman dan nyaman untuk dihuni. Karena toleransi ini bisa berarti luas sampai sikap para pemimpin negara, terutama negara-negara maju untuk tidak bertindak zalim kepada negara-negara lemah yang sedang berkembang. Hati yang selalu diberikan santapan rohani dan visi kemanusiaan yang selalu menjadi dasar bagi para pemimpin atau bahkan kita sebagai seorang individu manusia yang senantiasa belajar tentang kedamaian hidup. Perdamaian di dunia yang melibatkan sejumlah negara dengan berbagai kepentingan yang selalu ikut bermain, haruslah dimulai dari kita sendiri, dari hati kita sebagai umat manusia yang mempunyai fitrah untuk hidup damai. Jika menjadi musuh sangat sulit untuk dilakukan maka bukankah lebih baik kita jadikan teman saja. Semoga perdamaian dunia terwujud dari hati dan rumah kita masing-masing.



Jumat, 18 Juni 2010

Etika Memberi Nasehat

Memberi NasehatTermasuk Sifat Nabi”

Oleh : Nasrie K


Ungkapan ini sekiranya dapat memotivasi kita sebagai umat muslim untuk saling mengingatkan, berlomba-lomba dalam kebaikan. Manusia hidup di muka bumi ini tak dapat luput dari sikap salah dan dosa, namun untuk meringankan dan meminimalisir sikap tersebut perlunya ada nasehat dan penyadaran dari sesama manusia (Muslim), agar saudara-saudara kita tidak berlarut-ralut dalam kesalahan dan dosa. Namun dalam memberikan nasehat tesebut terdapat etika yang memang harus dipahami oleh sang pemberi nasehat, agar tidak terjadi hal-hal yang bersifat salah prasangka dan salah paham. Allah SWT, telah berfirman dalam QS.. Al A'raaf : 68 ”Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan Aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu".

Nasehat memiliki tempat yang paling penting dalam agama Islam. Memberi nasehat dapat memantapkan persaudaraan di antara umat Islam. Terlebih, bila nasehat yang disampaikan seorang muslim semata-mata hanya karena Allah dan muncul sebagai wujud kasih sayang terhadap saudaranya. Tak heran jika Nabi Muhammad SAW menjadikan nasehat sebagai tiang agama sekaligus barometer dalam melaksanakan agama. Tamim ad-Dari RA meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW bersabda, ” Agama itu nasihat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Syekh Mahmud al-Mishri dalam Ensiklopedi Akhlak Muhammad SAW, mengungkapkan, secara bahasa nasehat diambil dari kata an-nashihah. Ibnu Manzur menjelaskan, nashahasy-syai berarti ”sesuatu itu murni”. An-Nashih artinya sesuatu yang murni dari amal dan lainnya. Sedangkan an-Nush artinya ikhlas dan jujur di dalam musyawarah dan amal, menurut Ibnu Atsir, nasehat adalah kata yang dipergunakan untuk mengungkapkan keinginan yang baik bagi orang yang dinasihati.

Nasehat adalah mengajak orang lain untuk melaksanakan sesuatu yang mengandung kemaslahatan dan melarang mengerjakan sesuatu yang mengandung kerusakan, papar ahli bahasa dari abad ke-11 M, Abu Bakr Abdul Qahir ibnu Abdur-Rahman al-jurjan. Nasehat itu tentunya mencakup Allah SWT, rosulnya, kitabnya, para pemimpin umat dan kaum muslim secara umum. Sebuah nasehat haruslah disampaikan sebagai bentuk rasa cinta yang murni kepada orang lain, tentunya lewat pesan-pesan yang mengantarkan orang lain menuju kemaslahatan. Menurut Dr. Muhammad al-Hasyimi, sekecil apapun nasehat yang disampaikan bernilai mulia di hadapan Allah SWT.

Dalam sebuah hadis Nabi SAW bersabda: “Agama adalah ketulusan (nashihah)”. Kami bertanya, “kepada siapa?” Beliau bersabda, “kepada Allah, Kitabnya, Rasulnya, para pemimpin Muslim dan Masyarakat umumnya”. (HR. Muslim). Menurut sykh al-Mishri, memberi nasehat termasuk sifat para Nabi. Sebab para Nabi tak pernah bosan untuk memberi nasehat kepada kaumnya untuk beriman. Agar saat menyampaikan nasehat menuju kebenaran dapat tersampaikan dengan baik, seorang muslim perlu memperhatikan etika memberi nasehat kepada orang di sekelilingnya. Lantas apa saja etika memberi nasehat itu? Syekh al-Mishri mengungkapkan ada beberapa etika dalam memberi nasehat kepada orang lain:

1. Nasehat tulus hanya karena Allah SWT. Pemberi nasehat hanya mengharap ridha Allah dan balasan di akhirat. Ia menyampaikan nasehat bukan karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi, riya dan sum’ah (menceritakan kebaikan kepada orang lain).

2. Berdasarkan ilmu. Memberi nasehat dengan ilmu merupakan sebuah keharusan dalam arti menguasai materi yang akan dinasehatkan.

3. Berhias diri dengan akhlak lemah lembut,. Pemberi nasehat wajib memiliki akhlak lemah lembut dan santun dalam menyampaikan nasihat. Hal ini diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Harun AS, saat berdakwah kepada firaun.

(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): "Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" Maka kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; Maka kamu tinggal beberapa tahun diantara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, Hai Musa”. (QS. Thaahaa: 40).

Isi kandungan ayat diatas “Maka berbicaralah kamu kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut”.

4. Memilih cara yang tepat. Cara memberi nasehat berbeda-beda sesuai situasi, kondisi, dan kepribadian seseorang. Dalam banyak hal manusia justru membutuhkan nasehat melalui dari seorang figur. Menasehati anak-anak berbeda dengan dengan menasehati orang dewasa.

5. Tidak bertujuan mencela atau menyebar keburukan. Firman Allah SWT :

(orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, Maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (QS. At Taubah [9]: 79)

6. Nasehat meliputi urusan agama dan akhirat, yakni menjalankan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan diajarkan oleh Rasulnya serta meninggalkan apa yang dilarangnya.

7. Menasehati secara rahasia, hal ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika pertama kali berdakwah, agar tidak menimbulkan hal-hal yang menghambat perjuangan dakwah (Memberi nasehat) selanjutnya.

8. Seorang pemberi nasehat wajib bersabar bila orang itu tidak bersedia menerima nasihatnya. Sebagaimana Firman Allah SWT, dalam QS. Al 'Ashr: 3 : “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.

Syekh al-Mishri, mengingatkan bahwa nasehat yang paling utama adalah nasehat untuk diri sendiri. Mereka yang menipu dirinya sendiri, tidak bisa diharapkan dapat menasehati orang lain. Allah SWT mencela orang-orang yang memerintahkan kebaikan kepada orang lain, namun dia sendiri tidak melaksanakannya. Firman Allah: Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. Ash Shaff [61] : 2-3).

Nasehatyang disampaikan dengan tulus, dapat berpengaruh besar terhadap diri seseorang dan mendorongnya untuk melaksanakan nasehat yang diterimanya. Pada akhirnya nasehat atau wasiat akan menjadi bagian taqwa, mengingat kebenaran dan berfikir.

Pahala yang sangat luar biasa di berikan Allah SWT kepada seseorang yang gemar memberikan nasehat (berdakwah) kepada sesamanya, yakni berupa surga di akhirat kelak. Sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. Al Ahzab [33]: 71 ’Dan barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.'’ Dan QS. Ali 'Imran [3]: 185 ‘’Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung.'’ (QS. 3:185).

Tujuan tertinggi dari setiap muslim dalam meniti hidup dan kehidupannya adalah meraih kemenangan besar di akhirat kelak dengan mendapatkan surga Allah yang penuh dengan kenikmatan tiada tara dan terselamatkan dari siksa neraka yang sangat pedih. Kemenangan besar yang sangat ditentukan dengan kadar ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT dan rasul-Nya.