Berebut Benar
Menyimak berita yang berkembang sekarang ini di media massa baik elektronik, cetak maupun on-line, bagi kita atau sebagian kita akan merasa miris, kesal atau bahkan sudah muak karena jenuh melihat wajah hukum di Negara ini yang semakin hari semakin suram. Reformasi yang digulirkan di tahun 1998, yang bertujuan merombak sistem pemerintahan yang berkaitan dengan sistem peradilan, sepertinya tak begitu sukses bahkan boleh dikatakan peristiwa tersebut harus terulang kembali.
Kasus perseteruan antara KPK dengan kepolisian menjadi awal penampakan wajah peradilan di negara ini yang diselimuti misteri, absurd, tak jelas kebenarannya dan penuh ambigu bahkan hipokrit. hukum yang ada seolah-olah dibuat tanpa ada tanda titik, semua koma, sehingga “semua” orang berhak melanjutkan (maaf yang kami maksud “semua” bukan semua rakyat tetapi semua yang berkuasa membuat hukum itu sendiri) isi hukum itu sendiri dengan tafsirnya sendiri pula. Apakah ini mengindikasikan lemahnya hukum yang dibuat manusia yang pada dasarnya manusia tak pernah sempurna dalam segala hal? Ataukah kelemahan hukum ini karena kelemahan, untuk tidak mengatakan ketidakadaanya usaha yang sungguh-sungguh dari manusia untuk membuat hukum yang sesempurna mungkin, meskipun dalam lingkup bagi wilayah negaranya? Ataukah mereka takut membuat hukum yang sempurna karena bisa-bisa malah mengancam kepentingan mereka, dengan kata lain kelak hukum yang mereka buat malah menjadi senjata makan tuan, bumerang? Hanya yang membuat hukum dan Tuhanya-lah yang tahu mengenai motivasi terselubung di benak mereka.
Proses hukum yang kita simak saat ini mengantarkan pada kita, khususnya penulis, bahwa telah terjadi tragedi “berebut benar”. Sebetulnya berebut benar masih baik untuk dilakukan tetapi yang jelas kelihatan adalah mereka tak hanya sebatas berebut benar melainkan sudah mengarah pada berebut menang. Kalau sudah berebut menang pastilah jalan untuk kearah tersebut sudah tidak lagi memperhatikan norma-norma apalagi suara nurani. Tragedi ini dalam istilah Jawanya adalah “nerak wewaler”, menabrak segala kaidah-kaidah agama, suara hati. Hanya satu tujuan yang ingin dicapai yakni menang dan pihak lain kalah. Meskipun sering kita dengar bahwa ini semua, proses hukum yang kita lihat saat ini adalah mencari kebenaran. Syukurlah kalau yang mereka lakukan adalah mencari kebenaran akan tetapi benar ini menurut siapa dulu? Apakah benar menurut si A ataukah benar menurut si B? pasalnya mereka semua menunjukkan bukti yang kelihatannya sama-sama kuat untuk saling menjatuhkan dan ini mengarah pada pertanyaan adakah kebenaran yang bisa diterima secara universal? Dalam artian kebenaran itu memang bisa diterima oleh semua kalangan yang saling unjuk kekuatan itu sehingga orang yang merasa salah bisa mengakui bahwa ia salah secara jantan dan yang menang pun biasa bersikap sebagai pemenang yang bijak, menang tanpo ngasorake?
Dalam Islam benar merupakan pokok ajaran yang harus ditegakkan bahkan Allah sendiri menyebutkan bahwa diri-Nya adalah sumber kebenaran yang mutlak. Orang atau makhluk apapun tak mempunyai hak untuk menyebut dirinya “orang yang benar mutlak’. Masih ingatkan dengan tragedinya al-Halaj yang menyebut dirinya “anna al-haq’, akulah kebenaran, sebuah pengakuan yang mengarah pada penyebutan bahwa dirinya adalah ”kebenaran mutlak”, Tuhan itu sendiri, meskipun kita tak pernah tahu dalam konteks apa Beliau menyebutkan yang demikian karena dalam dunia sufi adalah istilah ekstase yakni sebuah peristiwa hilangnya ke’aku’an seseorang sehingga yang ada hanyalah ke’akuan’nya Allah, hal ini disebabkan karena saking cintanya sang salik dengan Tuhannya, seperti pepatah dalam dunia asmara: orang yang terlanjur mencintai seeorang akan menganggap dunia serasa milik berdua, orang lain hanya sebatas ngontrak atau tahi kucing serasa coklat meskipun takkan pernah ada rasa tahi kucing yang rasanya seperti coklat. Ini hanyalah "dunia rasa” dan hanya orang yang berada dalam dunia rasa tersebutlah bisa merasakannya. Tetapi orang tak mau peduli dengan “dunia rasa” nya al-Halaj, mereka tak rela dengan klaim statemennya bahwa beliau adalah “kebenaran”. Maka dieksikusilah al-Halaj saat beliau meneriakkan kebenaran. Apakah hal ini juga akan terjadi bagi dua institusi yaitu KPK dan Polisi yang saat ini berteriak mengenai kebenaran? Wa Allahu a’lam.
Kembali pada masalah “berebut benar”. Dilihat dari bahasanya; berebut benar itu sebagai aktivitas yang kurang baik, mengapa? Karena dalam kata “berebut” itu sendiri sudah mengindikasikan sebagi proses yang tak teratur tetapi cenderung pada perilaku kekacuan. Untuk mempermudah pemahaman ini (mengenai berebut kebenaran) kita misalkan ada pepatah: bagaikan anjing berebutan tulang. Tulang bagi anjing adalah baik karena itu salah satu makanannya, tetapi saat makanannya itu diperebutkan yang terjadi adalah perkelahian, cakar-cakaran bahkan antara anjing tersebut akan saling menggigit dengan tujuan bisa mendapatkan tulang tersebut. Sehingga tulang yang semula baik tersebut menjadi tidak baik karena proses untuk mendapatkannya penuh dengan cara-cara yang hina, saling menjegal. Perlu digaris bawahi secar substansinya tulang tersebut tetaplah baik bagi anjing sehingga tidak benar kalau tulang-tulang yang lain menjadi buruk hanya karena adanya perebutan antar anjing tersebut.
Permisalan tersebut membawa pemahaman kepada kita, mengapa dalam al-Qur’an Allah menyruh kita untuk saling berlomba-lomba dalam meraih kebenaran (fastabiqul khoirot) bukannya menyuruh kita saling berebut benar. Dalam lomba, seperti yang kita ketahui, memang ada kesamaan dengan berebut yakni sama-sama ingin memiliki akan tetapi dalam proses lomba tentunya ada sejumlah aturan yang harus ditaati oleh para kontestan. Sehingga kalau ada yang melanggar peraturan tersebut dengan sendirinya gugur sebagi peserta. Dengan kata lain dalam lomba ada sportifitas, jiwa ksatria, untuk mendapatkan sesuatu yang dilombakan sehingga bagi pihak yang kalah kekalahan mereka adalah kekalahan yang terhormat begitu juga sebaliknya bagi yang menang, kemenangan mereka adalah kemenangan yang bisa diterima oleh semua pihak.
Semoga saja proses mencari kebenaran yang kini tengah berlangsung dicapai dengan cara berlomba bukan cara berebut. Sangatlah menyedihkan jika kebenaran yang ada di negara yang menjunjung tinggi asas ketuhanan didapatkan dengan cara berebut. Tidakkah mereka menyadari bahwa kebenaran di Negara ini seakan-akan dicari dengan mengaisnya diantara serakan sampah-sampah keburukan.
Tuhan tidak pernah tidur! Kata bijak ini harus kita pegang dalam menjalani proses kehidupan ini. Segala apa yang kita lakukan pasti selalu diawasi oleh-Nya dan Allah takkan rela jika kebenaran itu tergusur oleh keburukan. Bukankah Nabi penah mengatakan bahwa kebenaran telah datang dan keburukan pasti kalah karena keburukan akan lenyap yang ada tinggallah kebenaran.
Ya Allah engkau adalah yang Maha benar tunjukkanlah kebenaran bagi bangsa ini, tuntunlah dalam setiap langkah yang kami tapaki ini menuju kepada kebenaran. Berikanlah kami hidayah-Mu untuk dapat melihat kebenran di antara serakan sampah-sampah keburukan. Dan kami yakin jika memang telah tiada keadilan di muka bumi ini, keadilan-Mu lah yang akan mengadili kami karena pengadilan-Mu adalah pengadilan yang tak tersentuh oleh makelar-makelar kasus yang suka menyuap karena Engkau tak perlu suap. Engkaulah sumber kebenaran dan keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar