Jumat, 18 Juni 2010

Etika Memberi Nasehat

Memberi NasehatTermasuk Sifat Nabi”

Oleh : Nasrie K


Ungkapan ini sekiranya dapat memotivasi kita sebagai umat muslim untuk saling mengingatkan, berlomba-lomba dalam kebaikan. Manusia hidup di muka bumi ini tak dapat luput dari sikap salah dan dosa, namun untuk meringankan dan meminimalisir sikap tersebut perlunya ada nasehat dan penyadaran dari sesama manusia (Muslim), agar saudara-saudara kita tidak berlarut-ralut dalam kesalahan dan dosa. Namun dalam memberikan nasehat tesebut terdapat etika yang memang harus dipahami oleh sang pemberi nasehat, agar tidak terjadi hal-hal yang bersifat salah prasangka dan salah paham. Allah SWT, telah berfirman dalam QS.. Al A'raaf : 68 ”Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan Aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu".

Nasehat memiliki tempat yang paling penting dalam agama Islam. Memberi nasehat dapat memantapkan persaudaraan di antara umat Islam. Terlebih, bila nasehat yang disampaikan seorang muslim semata-mata hanya karena Allah dan muncul sebagai wujud kasih sayang terhadap saudaranya. Tak heran jika Nabi Muhammad SAW menjadikan nasehat sebagai tiang agama sekaligus barometer dalam melaksanakan agama. Tamim ad-Dari RA meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW bersabda, ” Agama itu nasihat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Syekh Mahmud al-Mishri dalam Ensiklopedi Akhlak Muhammad SAW, mengungkapkan, secara bahasa nasehat diambil dari kata an-nashihah. Ibnu Manzur menjelaskan, nashahasy-syai berarti ”sesuatu itu murni”. An-Nashih artinya sesuatu yang murni dari amal dan lainnya. Sedangkan an-Nush artinya ikhlas dan jujur di dalam musyawarah dan amal, menurut Ibnu Atsir, nasehat adalah kata yang dipergunakan untuk mengungkapkan keinginan yang baik bagi orang yang dinasihati.

Nasehat adalah mengajak orang lain untuk melaksanakan sesuatu yang mengandung kemaslahatan dan melarang mengerjakan sesuatu yang mengandung kerusakan, papar ahli bahasa dari abad ke-11 M, Abu Bakr Abdul Qahir ibnu Abdur-Rahman al-jurjan. Nasehat itu tentunya mencakup Allah SWT, rosulnya, kitabnya, para pemimpin umat dan kaum muslim secara umum. Sebuah nasehat haruslah disampaikan sebagai bentuk rasa cinta yang murni kepada orang lain, tentunya lewat pesan-pesan yang mengantarkan orang lain menuju kemaslahatan. Menurut Dr. Muhammad al-Hasyimi, sekecil apapun nasehat yang disampaikan bernilai mulia di hadapan Allah SWT.

Dalam sebuah hadis Nabi SAW bersabda: “Agama adalah ketulusan (nashihah)”. Kami bertanya, “kepada siapa?” Beliau bersabda, “kepada Allah, Kitabnya, Rasulnya, para pemimpin Muslim dan Masyarakat umumnya”. (HR. Muslim). Menurut sykh al-Mishri, memberi nasehat termasuk sifat para Nabi. Sebab para Nabi tak pernah bosan untuk memberi nasehat kepada kaumnya untuk beriman. Agar saat menyampaikan nasehat menuju kebenaran dapat tersampaikan dengan baik, seorang muslim perlu memperhatikan etika memberi nasehat kepada orang di sekelilingnya. Lantas apa saja etika memberi nasehat itu? Syekh al-Mishri mengungkapkan ada beberapa etika dalam memberi nasehat kepada orang lain:

1. Nasehat tulus hanya karena Allah SWT. Pemberi nasehat hanya mengharap ridha Allah dan balasan di akhirat. Ia menyampaikan nasehat bukan karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi, riya dan sum’ah (menceritakan kebaikan kepada orang lain).

2. Berdasarkan ilmu. Memberi nasehat dengan ilmu merupakan sebuah keharusan dalam arti menguasai materi yang akan dinasehatkan.

3. Berhias diri dengan akhlak lemah lembut,. Pemberi nasehat wajib memiliki akhlak lemah lembut dan santun dalam menyampaikan nasihat. Hal ini diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Harun AS, saat berdakwah kepada firaun.

(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): "Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" Maka kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu kami selamatkan kamu dari kesusahan dan kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; Maka kamu tinggal beberapa tahun diantara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, Hai Musa”. (QS. Thaahaa: 40).

Isi kandungan ayat diatas “Maka berbicaralah kamu kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut”.

4. Memilih cara yang tepat. Cara memberi nasehat berbeda-beda sesuai situasi, kondisi, dan kepribadian seseorang. Dalam banyak hal manusia justru membutuhkan nasehat melalui dari seorang figur. Menasehati anak-anak berbeda dengan dengan menasehati orang dewasa.

5. Tidak bertujuan mencela atau menyebar keburukan. Firman Allah SWT :

(orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, Maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (QS. At Taubah [9]: 79)

6. Nasehat meliputi urusan agama dan akhirat, yakni menjalankan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah dan diajarkan oleh Rasulnya serta meninggalkan apa yang dilarangnya.

7. Menasehati secara rahasia, hal ini pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika pertama kali berdakwah, agar tidak menimbulkan hal-hal yang menghambat perjuangan dakwah (Memberi nasehat) selanjutnya.

8. Seorang pemberi nasehat wajib bersabar bila orang itu tidak bersedia menerima nasihatnya. Sebagaimana Firman Allah SWT, dalam QS. Al 'Ashr: 3 : “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.

Syekh al-Mishri, mengingatkan bahwa nasehat yang paling utama adalah nasehat untuk diri sendiri. Mereka yang menipu dirinya sendiri, tidak bisa diharapkan dapat menasehati orang lain. Allah SWT mencela orang-orang yang memerintahkan kebaikan kepada orang lain, namun dia sendiri tidak melaksanakannya. Firman Allah: Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. Ash Shaff [61] : 2-3).

Nasehatyang disampaikan dengan tulus, dapat berpengaruh besar terhadap diri seseorang dan mendorongnya untuk melaksanakan nasehat yang diterimanya. Pada akhirnya nasehat atau wasiat akan menjadi bagian taqwa, mengingat kebenaran dan berfikir.

Pahala yang sangat luar biasa di berikan Allah SWT kepada seseorang yang gemar memberikan nasehat (berdakwah) kepada sesamanya, yakni berupa surga di akhirat kelak. Sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. Al Ahzab [33]: 71 ’Dan barangsiapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.'’ Dan QS. Ali 'Imran [3]: 185 ‘’Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung.'’ (QS. 3:185).

Tujuan tertinggi dari setiap muslim dalam meniti hidup dan kehidupannya adalah meraih kemenangan besar di akhirat kelak dengan mendapatkan surga Allah yang penuh dengan kenikmatan tiada tara dan terselamatkan dari siksa neraka yang sangat pedih. Kemenangan besar yang sangat ditentukan dengan kadar ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT dan rasul-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar